Perang Troya
Dalam mitologi Yunani, Perang Troya, penyerbuan terhadap kota Troya yang terletak di Asia Kecil, oleh pasukan Akhaia (Yunani)
Peristiwa ini terjadi karena Paris menculik Helene dari suaminya Menelaos, raja Sparta.
Perang ini merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam mitologi Yunani dan diceritakan di banyak karya sastra Yunani. Dua naskah kuno mengenai perang ini paling
terkenal adalah Iliad dan Odisseia karyaHomeros. Iliad mengisahkan bagian dari tahun terakhir
pengepungan Troya, sedangkan Odisseia menceritakan perjalanan pulang Odisseus, salah seorang pemimpin Akhaia. Bagian-bagian
lain dari kisah ini diceritakan dalam suatu seri wiracarita yang hanya tersisa dalam bentuk fragmen-fragmen.
Kisah perang ini menjadi bahan untuk kisah-kisah drama tragedi Yunani dan karya-karya sastra Yunani lainnya, dan juga
untuk parapenyair
Romawi seperti Vergilius dan Ovidius.
Perang
Troya berawal dari perselisihan antara dewi Athena, Hera,
dan Aphrodite, setelah Eris, dewi perselisihan dan pertikaian, melemparkan
sebuah apel emas, terkadang disebut Apel Perselisihan, yang bertuliskan "untuk yang
tercantik." Zeus lalu mengirim para dewi itu kepada Paris, yang menentukan
bahwa Aphrodite, sebagai "yang tercantik," yang berhak memperoleh
apel itu. Sebagai balasannya, Aphrodite membuat Helene, wanita tercantik dan
istri Menelaos, jatuh cinta kepada Paris, yang kemudian membawanya ke Troya.
Akibat perbuatan Paris, Agamemnon, rajaMykenai dan saudara Menelaus, memimpin suatu ekspedisi pasukan Akhaia ke
Troya dan mengepung kota itu selama sepuluh tahun. Setelah banyak pahlawan yang
tewas, termasuk pejuang Akhaia Akhilles dan Aias,
serta pejuang Troya Hektor dan Paris, kota itu akhirnya takluk akibat tipu
muslihat melalui Kuda Troya. Pasukan Akhaia membantai semua orang Troya
(kecuali sebagian perempuan dan anak-anak yang dijadikan budak) dan mencemarkan
kuil-kuil, membuat para dewa murka. Beberapa orang Akhaia berhasil tiba dengan
selamat di rumah mereka, dan banyak lainnya mendirikan koloni di tempat yang
jauh. Bangsa Romawi di kemudian hari mengklaim sebagai keturunan Aineias, salah satu orang Troya, yang disebutkan
memimpin sisa-sisa rakyat Troya yang selamat menuju Italia modern.
Orang Yunani kuno mempercayai Perang Troya sebagai peristiwa
sejarah yang terjadi pada abad ke-13 atau 12 SM, dan meyakini bahwa Troya
terletak di Turki modern di dekat Dardanelles. Pada masa modern, baik perang maupun kota
Troya pada awalnya banyak dianggap bukan sebagai peristiwa sejarah. Akan tetapi
pada tahun 1868, Arkeolog Jerman Heinrich
Schliemann bertemu Frank Calvert,
yang meyakinkan Schliemann bahwa Troya ada di Hissarlik dan Schliemann kemudian
mengambil alih penggalian Calvert dengan properti milik Calvert[2]; klaim ini kini diterima oleh sebagian besar
sejarawan.[3][4] Tidak diketahui secara pasti apakah ada
peristiwa sejarah di balik Perang Troya. Banyak sejarawan percaya bahwa
terdapat fakta sejarah dalam kisah ini, meskipun ini dapat berarti bahwa
kisah-kisah Homeros merupakan gabungan dari beragam pengepungan dan ekspedisi
oleh bangsa Yunani Mykenai selama Zaman Perunggu. Mereka yang meyakini bahwa kisah Perang Troya
berasal dari konflik sejarah tertentu biasanya menaruh waktu kejadiannya pada
abad ke-12 atau 11 SM, sertingkali menggunakan penanggalan yang diberikan oleh Eratosthenes, 1194–1184 SM, yang kira-kira berkaitan dengan
bukti arkeologis di Troya VIIa yang hancur terbakar.[5]
Sumber
Kisah
Perang Troya terdapat dalam banyak karya sastra Yunani dan digambarkan dalam banyak karya seni Yunani. Tidak ada satu naskah otoritatfi tunggal yang
mengisahkan keseluruhan peristiwa perang. Alih-alih, kisah ini tersebar dalam
sejumlah sumber berbeda, beberapa di antaranya menuturkan versi peristiwa itu
yang saling bertentangan. Sumber tulisan yang paling penting adalah dua
wiracarita yang secara tradisional disebutkan ditulis oleh Homeros, yaitu Iliad dan Odyssey, yang disusun pada suatu waktu antara abad ke-9
dan ke-6 SM.[6] Tiap wiracarita hanya mengisahkan suatu bagian
dari perang. Iliad menuturkan period pendek pada tahun terakhir
pengepungan Troya, sedangkanOdisseia menuturkan kepulangan Odisseus ke tanah airnya di Ithaka setelah penghancuran Troya.
Bagian-bagian
lainnya dari Perang Troya diceritakan dalam sajak Siklus Epik, yang meliputi Kypria, Aithiopis, Iliad Kecil, Iliou Persis, Nostoi,
danTelegonia.
Meskipun semua saja ini hanya tersisa dalam bentuk fragmen, namun isinya
diketahui dari rangkuman dalam Khrestomathia karyaProklos.[7] Tidak diketahui siapa penulis Siklus Epik.
Secara umum dipercaya bahwa sajak-sajak itu ditulis pada abad ke-7 dan ke-6 SM,
setelah penyusunan sajak-sajak Homeros. Banyak dipercaya pula bahwa semua sajak
itu ditulis berdasarkan tradisi yang lebih awal.[8][9] Baik epik Homeros maupun Siklus Epik sama-sama
berasal dari tradisi lisan. Bahan setelah penulisan Iliad, Odysseia, dan Siklus Epik, mitos Perang Troya masih disebarkan secara
lisan, dalam banyak genre pusi serta melalui penceritaan non-puisi. Peristiwa
dan rincian dari kisah ini yang hanya ditemukan dalam karya penulis pada masa
selanjutnya kemungkinan diwariskan melalui tradisi lisan dan bisa saja sama
tuanya seperti sajak Homeros. Seni visual, seperti lukisn guci, merupakan media
lainnya yang menggambarkan mitos Perang Troya.[10]
Pada
masa-masa selanjutnya, banyak penulis drama, sejarawan, dan dan intelektual
lainnya yang membuat karya dengan terilhami Perang Troya. Tiga tragedian besar Athena, Aiskhylos, Sophokles, dan Euripides, menulis banyak sajak yang menggambarkan
episode-episode dari Perang Troya. Di antara para penulis Romawi yang paling
penting adalah penyair abad ke-1 SM Vergilius. Dalam Buku 2 dari Aeneid, Aineiasmenceritakan penghancuran Troya; bagian sajak
ini diduga menggunakan bahan dari Siklus Epik Iliou Persis.
Legenda
Rencana Zeus
Dalam mitologi Yunani, Zeus menjadi dewa
penguasa setelah mengalahkan ayahnya Kronos, yang sebelumnya mengalahkan ayahnya Uranus. Zeus menikah
dengan Hera, yang juga
merupakan saudarinya. Namun, Zeus bukanlah suami yang setia, dia menyetubuhi
dan memperkosa banyak perempuan sehingga menghasilkan banyak anak. Dalam suatu
versi, suatu ketika Zeus merasa bahwa dunia dihuni oleh terlalu banyak manusia.
Dia lalu memvisikan Momos[11] atau Themis,[12] yang kemudian
menggunakan Perang Troya sebagai cara untuk mengurangi jumlah manusia di bumi,
terutama jumlah para manusia setengah dewa yang merupakan
keturunan Zeus.
Keputusan Paris
Zeus mengetahui
dari Themis[15] atau
mungkin dari Prometheus, setelah Herakles membebaskannya
dari Kaukasus,[16] bahwa,
seperti halnya ayahnya Kronos, salah satu putranya akan mengalahkannya. Ramalan
lainnya menyatakan bahwa putra dari nimfa laut Thetis, yang
kepadanya Zeus bernafsu setelah melihatnya di lautan di lepas pantai Yunani,
akan menjadi lebih hebat daripada ayahnya.[17][18][19] Kemungkinan
untuk salah satu atau kedua alasan tersebut,[20] Thetis
dinikahkan dengan seorang raja, Peleus putra Aiakos, entah atas
perintah Zeus,[21][22] atau
karena Thetis ingin membuat Hera senang, karena dulu Thetis diasuh oleh Hera.[23][24]
Semua dewa
diundang ke pesta pernikahan Peleus dan Thetis. Para dewa juga membawa banyak
hadiah untuk pasangan pengantin itu.[25]Namun Eris (dewi
perselisihan) tak diundang, dan ketika Eris datang sendiri ke acara itu, ia
dihentikan oleh Hermes di depan
pintu, atas perintah Zeus.[26] Merasa
terhina, dari depan pintu Eris melemparkan hadiah darinya sendiri,[27] yaitu apel emas (το μήλον της έριδος) yang
bertuliskanκαλλίστῃ, Kallistēi ("Untuk yang tercantik").[28] Apel itu
diklaim oleh Hera, Athena, dan Aphrodite. Mereka saling
berebut untuk mengakui benda itu, dan tidak ada dewa yang mau memilih siapa di
antara ketiganya yang berhak atas apel itu, karena para dewa takut menajdi
korban kemarahan dari dua dewi lainnya. Pada akhirnya, Zeus menyuruh Hermes
untuk membawah ketiga dewi tersebut ke hadapan Paris, pangeran dari Troya, yang, tidak
mengetahui asal-usulnya, dibesarkan sebagai seorang gembala di Gunung Ida,[29] akibat
suatu ramalan yang menyatakan bahwa dia akan membawa kehancuran bagi Troya.[30][31]Seusai mandi di
mata air di Ida, para dewi muncul di hadapan Paris dalam keadaan telanjang,
entah supaya menang atau atas permintaan Paris. Paris sendiri tidak dapat
memilih salah satu di antara mereka, sehingga para dewi itu menawarkan sogokan.
Athena berjanji akan memberi Paris kebijakasanaan, kelihaian bertempur, dan
kemampuan untuk menjadi prajurit terhebat; Hera menawarkannya kekuasaan politik
dan kendali atas seluruh Asia; dan Aphrodite
menawarkannya wanita tercantik di dunia, yaitu Helene dari Sparta. Paris
akhirnya memberikan apel itu kepada Aphrodite, dan setelah melalui beberapa
petualangan, Paris berhasil kembali ke kota Troya, di sana dia berkumpul
kembali bersama keluarga kerajaannya.
Thetis memberi
putranya Akhilles senjata yang ditempa oleh Hephaistos (rincian
pada hydriaberfigur hitam, 575–550 SM)
Peleus dan Thetis memperoleh seorang putra bernama Akhilles. Diramalkan
bahwa Akhilles dapat mengalami kehidupan yang panjang namun biasa saja, atau
mati muda di medan perang dan memperoleh keabadian melalui sajak.[32] Lebih
jauh lagi, ketika Akhilles berusia sembilan tahun,Kalkhas meramalkan bahwa Troya tidak
akan runtuh tanpa bantuan Akhilles.[33] Sejumlah
sumber menuturkan bahwa Thetis berusaha membuat Akhilles abadi ketika ia masih
bayi. Beberapa dari sumber ini menyatakan bahwa Thetis memeganginya di atas api
setiap malam untuk membakar bagian manusianya serta mengurapinya dengan ambrosia pada
malam hari, namun Peleus memergoki tindakan Thetis dan menghentikannya.[34][35] Menurut
beberapa versi dari kisah ini, Thetis telah nyaris membunuh beberapa orang
putranya dengan cara ini, dan tindakan Peleus dengan demikian telah
menyelamatkan nyawa Akhilles.[36] Sumber-sumber
lainnya menyatakan bahwa Thetis merendam tubuh Akhilles di Sungai Styx, sungai yang
mengalir di Dunia Bawah, menjadikannya kebal pada bagian tubuhnya yang
terkena air sungai itu.[37] Karena
Thetis harus memegangi tumit Akhilles, maka bagian tubuh tersebut tidak ikut
terendam dan tetap dapat terluka (dari sinilah muncul istilah "tumit Akhilles" untuk
kelemahan yang terisolasi). Akhilles tumbuh menjadi salah satu prajurit
terhebat di dunia. Mendengar ramalan
Khalkas, Thetis menyembunyikan Akhilles di Skyros di istana
raja Lykomedes, di sana Akhilles disamarkan
sebagai seorang gadis.[38] Kelak
pada titik krusial dalam perang, Thetis membantu putranya dengan memberinya
senjata yang ditempa dengan kekuatan dewata oleh Hephaistos.
Pelarian Paris dan Helene
Wanita
tercantik di dunia adalah Helene, putri Tyndareus, raja Sparta.
Ibunya adalah Leda, yang mungkin
telah dirayu kemudian disetubuhi atau diperkosa oleh Zeus dalam wujud angsa.[39] Beberapa
pendapat beragam mengenai yang mana di antara mpat anak Leda, dua pasang anak
kembar, yang berayah Zeus dan yang mana yang berayah Tyndareus. Namun, Helene
biasanya disebutkan sebagai putri Zeus,[40][41] dan
terkadang Nemesis juga disebutkan sebagai ibu Helene.[42][43] Banyak
pria yang ingin menikahi Helene, dan ayah Helene tidak mau begitu saja memilih
salah seorang di antara mereka karena ia takut yang lainnya akan marah karena
tak terpilih.
Pada akhirnya,
salah seorang pelamar, yaitu Odysseus dari Ithaka, mengajukan
suatu usulan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Sebagai balasan atas
dukungan Tindareus terhadap pinangan Odysseus kepada Penelopeia,[44] Odysseus
menyarankan supaya Tyndareus menyuruh semua pelamar Helene untuk bersumpah
bahwa mereka akan membela pernikahan Helene, tak peduli siapapun yang nantinya
terpilih menjadi suami Helene. Semua pelamar pada akhirnya bersedia mengucapkan
sumpah itu di atas potongan tubuh kuda, meskipun pada awalnya ada sejumlah
pelamar yang memprotes dan mengomel.[45]
Tyndareus
akhirnya memilih Menelaos. Dia memilih
Menelaos terutama karena alasan politis. Menelaos memiliki kekayaan dan
kekuasaan. Dia cukup rendah hati untuk tidak mengajukan dirinya sendiri,
melainkan mengirim saudaranya Agamemnon atas
namanya. Meneloas juga berjanji akan memberi hekatombe, kurban berupa 100 ekor lembu,
untuk Aphrodite.[46] Menelaos
mewarisi tahta Tyndareus di Sparta dengan Helene sebagai ratunya sementara itu
kedua saudara Helene, yaitu Kastor dan Pollux, menjadi dewa,[47][48] dan
Agamemnon menikahi saudari Helene, yakni Klytaimnestra, lalu merebut
kembali tahta Mykenai.[49]
Paris, di bawah
penyamaran misi diplomasi, pergi ke Sparta untuk merebut Helene dan membawanya
ke Troya. Sebelum Helene menengadah, untuk melihat kedatangan Paris ke
istananya, ia ditembak dengan panah cinta oleh Eros, yang dikenal
pula sebagai Cupid, sehingga Helene pun jatuh cinta kepada Paris begitu
melihatnya, seperti telah dijanjikan oleh Aphrodite. Menelaos sendiri harus
pergi ke Kreta[50] untuk
memakamkan pamannya, Krateus.[51] Hera, yang masih
tidak terima atas keputusan Paris, mengirim badai besar untuk mengganggu
pelayaran Paris.[50]Badai itu
membuat Paris dan Helene terdampar di Mesir, di sana para
dewa menukarkan Helene dengan tiruannya yang diabut dari awan, disebut Nephele.[52] Mitos
Helene yang ditukarkan ini disebutkan diceritakan oleh penyair Sisilia abad
ke-6 SM Stesikhoros. Sementara menurut Homeros, Helene
tidak ditukarkan dan tetap berlayar menuju Troya. Kapal Paris dan Helene sempat
berlabuh di Sidon sebelum
sampai di Troya. Paris, merasa takut akan tertangkap, tinggal sebentar di sana
sebelum kemudian melanjutkan perjalanan menuju Troya.
Penculikan
Helene oleh Paris memiliki beberapa pendahulu. Io diculik
dari Mikenai, Europe diculik
dari Fenisia, Iason membawa Medeia pergi
dariKolkhis,[54] dan putri
Troya, Hesione, dibawa pergi oleh Herakles, yang kemudian
menyerahkannya kepada Telamon dari Salamis.[55] MenurutHerodotos, contoh-contoh
tersebut membuat Paris semakin berani untuk membawa kabur Helene dari Yunani.
Tiadanya tindakan pembalasan pada contoh-contoh tersebut juga membuat Paris
tidak menduga bahwa akan datang pembalasan dari Yunani.[56]
Pengumpulan pasukan
Menurut
Homeros, Menelaos dan sekutunya, Odysseus, pergi ke Troya, di sana mereka gagal
membawa kembali Helene melalui cara diplomasi[57][58] Menelaos lalu meminta Agamemnon untuk mengakkan
sumpahnya. Dia setuju dan mengirim utusan ke semua raja dan pangeran Akhaia
untuk meminta mereka memenuhi sumpah mereka dulu dan membawa kembali Helene.[59]
Odysseus dan Akhilles
Sejak
pernikahan Menelaos, Odysseus telah menikahi Penelopeia dan memperoleh seorang putra, Telemakhos. Supaya dapat menghindari perang, dia
berpura-pura gila dan menaburi ladangnya dengan garam. Palamedes bertindak lebih cerdik dengan menaruh bayinya di
depan jalur bajaknya, sehingga Odysseus terpaksa membelokkan bajaknya supaya
tak membunuh putranya, dengan demikian kepura-puraannya terbongkar sehingga dia
terpaksa ikut serta dalam perang.[50][60]
Menurut
Homeros, Odysseus mendukung serangan militer itu sejak awal, dan melakukan
perjalanan ke berbagai penjuru Yunani bersama raja Pylos, yaitu Nestor,
untuk merekrut pasukan.[61] Di Skyros, Akhilles menjalin hubungan cinta dengan putri sang raja
yang bernama Deidameia,
menghasilkan seorang anak bernama Neoptolemos.[62] Odysseus, Aias Telamon, dan guru AkhillesPhoinix pergi untuk mengajak Akhilles ikut serta
menyerang Troya. Ibu Akhilles menyamarkannya sebagai perempuan supaya dia tidak
ikut pergi berperang, namun menurut suatu cerita, mereka meniupkan terompet
peringatan, dan Akhilles membuat dirinya ketahuan dengan mengambil tombak untuk
melawan para penyerang. Dalam cerita lainnya, mereka menyamar sebagai pedagang
perhasan dan senjata. Ketika para wanita lainnya melihat-lihat perhiasan,
Akhilles justru melihat-lihat senjata, dengan demikian dia pun ketahuan.[63][64]
Pausanias mengatakan bahwa, menurut Homeros, Akhilles tak
bersembunyi di Skyros, melainkan menaklukan pulau tersebut dalam Perang Troya.[65]
Pengumpulan pertama
Pasukan
Akhaia pertama kali berkumpul di Aulis. Semua mantan pelamar Helene mengirim
pasukan kecuali raha Kinyras.
Meskipun ia mengirimkan lempeng dada untuk Agamemnin beserta 50 kapal, hanya
satu kapal kirimannya yang asli, dipimpin oleh Mygdalion, sedang sisanya adlah
kapal tiruan dari tanah liat.[66][67] Idomeneus bersedia memimpin kontingen Kreta dalam perang,
namun hanya sebagai ko-komandan. Keinginannya kemudian disetujui.[68] Komandan terakhir yang datang adalah Akhilles,
yang berusia 15 tahun.
Setelah
dipersembahkan kurban untuk Apollo, seeokor ular melata dari altar menuju
sarang burung gereja di sebuah pohon di dekat situ. Ular itu memakan induk
burung serta sembilan bayinya, sebelum kemudian berubah menjadi batu. Kalkhas
menafsirkan kejadian tersebut sebagai pertanda bahwa Troya akan dikalahkan pada
tahun kespeuluh perang.[69]
Telephos
Ketika
pasukan Akhaia pergi berlayar, mereka tidak tahu jalan, dan secara tak sengaja
berlabuh di Mysia, yang dipimpin oleh Raja Telephos,
putra Herakles, yang dulunya memimpin kontingen dari Arkadia dan bermukim di sana.[70] Dalam pertempuran yang terjadi antara pasukan
Akhaia melawan pasukan Telephos, Akhilles berhasil melukai Telephos,[71] yang sebelumnya telah membunuh Thersandros.[72] Karena lukanya tak mau sembuh, Telephos bertanya
kepada orakel, "Apa yang terjadi dengan lukanya?" Orakel menjawab,
"Dia yang melukai dapat meyembuhkan." Armada Akhaia kemudian berlayar
dan dihantam badai. Akhilles berlabuh di Skyros dan menikahi Dedameia. Karena
upaya pertama ke Troya gaga, maka pengumpulan kedua pun dipersiapkan.[50]
Telephos
pergi ke Aulis, dan
entah berpura-pura menjadi pengemis, meminta Agamemnon membantu menyembuhkan
lukanya,[73] atau menculik Orestes dan menyanderanya dengan tuntutan agar lukanya
disembuhkan.[74] Akhilles menolak karena merasa tak memiliki
keahlian pengobatan. Odyssseus lalu mentakan bahwa tombak yang telah memberi
luka itu akan mampu menyembuhkannay itu. Potongan tombak ditaburkan pada luka,
dan Telephos pun sembuh.[75] Telephos kemudian menunjukkan jalan jalan menuju
Troya kepada pasukan Akhaia.[73]
Beberapa
sejarawan berpendapat bahwa ekspedisi melawan Telephos dan penyelesaiannya
merupakan suatu perubahan derivatif atas unsur-unsur dari cerita utama Perang
Troya, namun itu dianggap cocok dalam pola cerita "petualawan
pendahuluan" yang mengawali peristiwa dan tema dari kisah utama, dan
dengan demikian memungkinkannya menjadi "awal dan integral
Kuda Troya
Pada Perang
Troya, para prajurit Yunani bersembunyi di dalam Kuda
Troya yang berukuran raksasa yang ditujukan sebagai
pengabdian kepadaPoseidon. Kuda Troya
tersebut menurut para petinggi Troya dianggap tidak berbahaya, dan diizinkan
masuk ke dalam benteng Troya yang tidak dapat ditembus oleh para prajurit
Yunani selama kurang lebih 10 tahun perang Troya bergejolak. Pada malam
harinya, pasukan Yunani keluar dari perut kuda kayu tersebut dan akhirnya
merebut kota Troya.
Posted by :
Muhammad Kresna Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar